SENGKETA GEO DIPA DENGAN BUMIGAS
1. PT. GEO DIPA ENERGY (PERSERO)
PT
Geo Dipa Energi adalah satu-satunya BUMN panas bumi di Indonesia yang
berkomitmen melakukan pengembangan secara masif dalam rangka pemenuhan target
23% energi bauran di tahun 2025. Selain itu, PT Geo Dipa Energi berupaya untuk
maju bersama masyarakat sekitar dengan memberikan penghidupan dan bekal untuk
meningkatkan taraf hidup menuju yang lebih baik.
Sebagai
anak perusahaan Pertamina, kepemilikan saham PT Geo Dipa Energi dimiliki oleh
Kementerian Keuangan Pemerintah
Indonesia, sebesar sekitar 93% dan sisanya dimiliki oleh PT PLN
(Persero). GeoDipa memiliki hak pengelolaan area panas bumi di Dieng dan
Patuha. PT Geo Dipa Energi merupakan salah satu Special Mission Vehicles (SMV)
di bawah Kementerian Keuangan yang memiliki misi antara lain mendukung program
pemerintah dalam penyediaan listrik tenaga panas bumi yang aman dan ramah
lingkungan.
Program
pengembangan masyarakat Geo Dipa bersifat membangun kemitraan berdasarkan
kepercayaan, baik dengan masyarakat dimana Geo Dipa beroperasi, Pemerintah
maupun institusi pendidikan bersama-sama bergotong-royong sesuai Visi dan Misi
Geo Dipa dalam meningkatkan taraf hidup manusia, dan mencapai pertumbuhan
bisnis yang berkelanjutan.
Sebagai
informasi, Geo Dipa merupakan badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang fokus mengembangkan
energi panas bumi dalam rangka menjaga kebutuhan energi terbarukan ramah
lingkungan dan ketahanan energi nasional bagi Indonesia. Geo Dipa juga memiliki
kontribusi terhadap kelestarian lingkungan. Geo Dipa Energi adalah anak
perusahaan PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) yang mengelola
pembangkit listrik tenaga panas bumi di Patuha, Jawa Barat; dan Dieng, Jawa
Tengah.
2. PT.
BUMIGAS ENERGY
PT Bumigas Energi adalah
kotraktor PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) yang membangun PLTP Dieng
2, Dieng 3, dan PLTP Patuha 1,2,3. Bumigas sebagai investor dan kontraktor
telah mengeluarkan dana yang cukup signifikan untuk pembangunan persiapan
proyek dan infrastruktur PLTP Dieng Patuha.
PT.
Geo Dipa Energy (Persero) yang mengelola pembangkit listrik tenaga panas bumi,
dan PT. Bumigas Energy sebagai kontraktor yang memenangkan tender pembangunan
dari PT Geo Dipa untuk membangun pembangkit listrik tenaga panas bumi.
Hubungan
kerja kedua perusahaan tidak berjalan dengan baik, karena adanya sengketa yang
terjadi diantara kedua belah pihak, karena ketidaksesuaian kesepakatan kontrak.
Bumigas Energi memenangkan
tender pembangunan dan pengelolaan PLTP Dieng Patuha yang digelar Geo Dipa pada
5 Maret 2003. Khresna menjelaskan, untuk mendanai proyek itu, Bumigas Energi
menggandeng CNT Hong Kong. Pada 8 Januari 2005, Bumigas melepaskan 60% saham
kepada CNT Hong Kong sebagai persyaratan memperoleh dana pinjaman sebesar US$
500 juta.
Kedua perusahaan menandatangani
kontrak nomor KTR.001/GDE/II/2005 pada 1 Februari 2005. Proyek itu senilai
sekitar US$ 400 juta. Proyek itu untuk PLTP Dieng di Jawa Tengah berkapasitas
2x60 MegaWatt (MW) dan PLTP di Patuha, Jawa Barat dengan kapasitas 3x60 MW.
Proyek itu tidak didanai pemerintah melalui APBN atau APBD, melainkan oleh
Bumigas Energi dan mitra kerjanya.
Pada tanggal 12 Desember 2004
Bumigas menyatakan telah menandatangani finance agreement dengan CNT Group Ltd
sebagai lender, sehingga dengan adanya finance agreement tersebut kontrak
KTR.001/2005 ditandatangani tanggal 1 Februari 2005. Finance agreement ini
kemudian menjadi Iampiran kontrak KTR.001/2005. Syarat Kontrak KTR.001/2005
ditandatangani adalah Bumigas harus menunjukkan dan membuktikan jaminan adanya
lender yang membiayai proyek PLTP Dieng-Patuha.
Namun kontrak KTR4001/2005 adalah kontrak dengan syarat batal. Hal ini
sesuai dengan ketentuan Pasal 55 kontrak yang mana dalam jangka waktu 3 bulan
setelah kontrak ditandatangani (30 April 2005) Bumigas harus menyerahkan prove
of fund yang dapat diterima GeoDipa. Apabila syarat batal ini tidak dapat
dipenuhi Bumigas sampai tanggal 30 April 2005, maka kontrak berakhir dengan
sendirinya sejak 1 Mei 2005.
Bumigas tidak melakukan pembangunan fisik sesuai
kesepakatan kontrak. Setelah lima kali peringatan yang tidak mendapatkan hasil,
Geodipa mengajukan gugatan arbitrase untuk pemutusan kontrak. Sementara itu,
Bumigas melaporkan mantan Direktur Utama Geo Dipa Samsudin Warsa atas kasus
penipuan karena diduga tak mengantongi Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah
Kerja Panas Bumi. Ini membuat Bumigas merasa tidak bisa membangun PLTP karena
melanggar Undang-Undang Nomor 27 tahun 2003 tentang Panas Bumi.
Untuk memenuhi ketentuan Pasal 55 kontrak, melalui surat No.089/DlR/BGE/IV/05
Bumigas memberitahukan bahwa telah ada 1st drawdown dari rekening milik Honest
Group di Bank of China kepada rekening Bumigas di HSBC Hongkong sebesar HKD 40
juta atau saat itu setara USD 5,16 juta sehingga kontrak tidak berakhir dengan
sendirinya dan berlaku untuk 15 tahun terhitung 1 Februari 2005. Jadi tidak
benar pemberitaan mengenai pernyataan yang menyatakan GeoDipa sudah menerima
dari Bumigas sejumlah HKD 40 juta atau USD 5,16 juta untuk proyek PLTP Dieng
Patuha.
Setelah 1st drawdown Bumigas pada
29 April 2005, selanjutnya Bumigas menyampaikan akan melakukan drawdown secara
periodik sesuai kewajibanya menurut kontrak yang mana pada tahun 2005 kewajiban
drawdown Bumigas adalah sebesar USD 75 juta.
Pada kenyataanya, Bumigas tidak melakukan drawdown dimaksud, bahkan
Bumigas tidak pernah melakukan pembangunan proyek PLTP Dieng-Patuha walaupun
sudah ada 1st drawdown sebesar HKD 40 juta. Progres pekerjaan pembangunan
Bumigas berdasarkan kurva S sebesar 0% (nol persen). Atas kegagalan drawdown
inilah kemudian Bumigas berdalih dengan mempertanyakan perijinan GeoDipa.
Padahal Bumigas ditunjuk sebagai kontraktor pelaksana proyek Dieng Patuha
sebagai pemenang tender dari 18 peserta. Bahkan dalam kontrak KTR.001/2005 pun
sudah dijelaskan mengenai legalitas GeoDipa di wilayah panas bumi Dieng-Patuha.
Bumigas sebagai tergugat yang dilaporkan oleh Geo Dipa
karena Bumigas tidak melakukan pembangunan fisik sesuai kesepakatan kontrak.
Setelah lima kali peringatan yang tidak mendapatkan hasil, Geodipa mengajukan
gugatan arbitrase untuk pemutusan kontrak. Persoalan perdata yang menjadi pidana dengan tersangka mantan
Direktur Utama PT. Geo Dipa Bpk. Samsudin Warsa atas kasus penipuan karena
diduga tak mengantongi Izin Usaha Pertambangan dan Wilayah Kerja Panas Bumi. Tudingan kriminalisasi itu
merupakan penggiringan opini dan memutarbalikkan fakta yang ada. Sebab, Bumigas
telah memenangkan sengketa dengan Geo Dipa dalam perkara perdata dan pembatalan
putusan Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) telah berkekuatan hukum tetap
melalui putusan Mahkamah Agung pada 2015 lalu.
Jika bumigas tidak dapat memenuhi syarat dari geo dipa dan jika adanya
suatu keterbukaan baik mundur atau menjalakan proyeknya kembali keduanya akan
tetap bekerjasama dengan baik. Dan proses pembangan pltp dapat berjalan dengan
baik. Jika memang Bumigas tidak dapat menyanggupi proyeknya maka dapat
dibicarakan dengan Geo Dipa agar tidak ada keterlambatan dalam proses
pembangungan pltp tersebut. Dan dengan
segera Geo Dipa mencari pengganti Kontraktor yang baru, untuk menggantikan bumigas.
m
Untuk kedua Perusahaan yang akan menjalankan suatu hubungan kerja atau
kerja sama harus saling menganalisa profil perusahaan yang akan diajak bekerja
sama, dan apakah perusahaan yang akan diajak kerjasama sebagai mitra kerja sudah
memenuhi persyaratan suatu perusahaan tersebut. Dan juga jika ingin menjalankan
suatu kerja sama harus lebih berhati-hati dalam mencari mitra kerja.
Ketika terjadinya suatu masalah antara kedua belah pihak yang berkaitan
sebaiknya harus dilakukan perembukan untuk mendapatkan mufakat. Sehingga jika terjadi
kekeliruan dapat diselesaikan dengan baik.
-